Dalam hubungan dengan
pandangan masyarakat, setiap pemegang kendali kerajaan-kerajaan Sulawesi
Selatan, khususnya Bugis Makassar senantiasa berusaha untuk menjadi panutan,
bergiat mengayomi rakyatnya, dan menghindari melakukan pelanggaran dan
perbuatan tercela, karena diyakini pasti akan mendatangkan bencana dan
penderitaan rakyat. Dalam kehidupan masyarakat di Sulawesi Selatan berpedoman
pada prinsip: “jangan membiarkan yang jelek bercampur dengan yang baik”, oleh
karena itu semua yang jelek harus disingkirkan. Prinsip ini yang mendasari
nilai budaya masyarakat yang dinyatakan dengan konsep siri’ na pacce.
Siri’ secara harafiah menunjuk
pada rasa malu tidak melakukan hal yang mengagungkan derajat kemanusiaan, yang
secara kultural, menunjuk pada tanggungjawab moral untuk melindungi keserasian
sosial agar alam tidak menghukum dengan berbagai bencana. Tanggungjawab untuk
melindungi masyarakat dari malapetaka itu dikategorikan dalam tiga golongan,
yaitu :
- Pertama adalah siri' tanggungjawab negara atau kerajaan yang disebut siri’ butta (siri’ kerajaan). Kewenangan penyelesaiannya diembankan kepada pemegang kendali politik kerajaan.
- Kedua adalah siri’ keluarga (siri’ akalabineng). Merupakan tanggungjawab kaum keluarga yang terpaut pada kesatuan siri (masse'di siri').
- Ketiga adalah siri' pribadi. Ini adalah tanggungjawab pribadi, dan bukan keluarga. Karena itu bila ada seorang anak yang ditampar, maka ia akan bergiat menumbuhkan kekuatan untuk dapat membunuh sang penampar, apabila pelaku itu tidak memohon maaf atas kesalahannya.
Pertanyaan yang dapat
diajukan adalah mengapa semua itu harus berakhir dengan tindakan membunuh pelaku
pelanggaran?
Dari sisi budaya, orang
yang melakukan pelanggaran terhadap tatanan sosial-budaya merupakan makluk yang
telah kehilangan sisi kemanusiaannya, sehingga dipandang telah menjadi sejenis
hewan yang secara kultural dikategorikan menjadi anjing (kongkong atau asu). Sehingga yang dibunuh bukan
manusia, tetapi anjing untuk memulihkan pelanggaran tatanan sosial.
Itulah sebabnya
diingatkan untuk tidak membiarkan yang jelek bercampur dengan yang baik. Bahkan
dalam pesan budaya diungkapkan: “bunyi mewujudkan kata, kata mewujudkan
perbuatan, perbuatan mewujudkan manusia”
Di samping konsep siri', tedapat juga tautannya pada
konsep pesse. Menurut arti
leksikalnya, pesse itu adalah rasa
pedih. Bahwa pesse merupakan pendorong untuk membangkitkan rasa solidaritas
yang kokoh di kalangan orang Sulawesi Selatan dan sesama manusia. Ungkapan itu
mendasari perilaku mereka yang rela berkorban jiwa dan raga untuk membantu
orang yang diperlakukan tidak adil, di mana mereka jumpai.
Petuah seorang cendekiawan terkenal yang menjabat sebagai mangkubumi (tumabicara butta) Kerajaan Makassar, yaitu Karaeng Patingaloang yang berpesan: “ingat dua hal dan lupakan dua hal: ingat kesalahan anda pada orang lain dan kebaikan orang lain kepasa anda; lupakan kesalahan orang lain kepada anda dan kebaikan anda kepada orang lain”. Ungkapan ini menunjukan bahwa ia mengajarkan sikap ketulusan hati, sikap suka memaafkan, dan bersikap adil kepada sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar